Breaking News

Intermezo Tentang ”Nama”



Aku dan Ayahku (Dokpri)


Halo sobat rimba, kali ini aku ingin memberikan cerita menarik seputar “nama” pada kalian. Siapa sih, yang tidak memiliki nama di dunia ini?, tidak hanya manusia, tumbuhan, hewan bahkan benda mati pun memiliki nama. Aku ingat pernah memiliki boneka yang sering ku panggi kitty karena bentuknya manis. Aku juga punya sebuah motor yang ku panggil gren karena warnanya yang hijau.

Apakah kalian juga pernah melakukan hal yang sama?, memberi nama pada benda atau mahluk kesayangan kalian?.

Memberi nama adalah salah satu hal yang sakral bagi sebagian manusia. Contohnya, banyak orang tua yang sudah menyiapkan nama untuk anaknya jauh jauh hari dengan membuka kamus kamus bahasa, atau biografi biografi tokoh. Tentunya semuanya dilakukan bukan tanpa alasan, pasalnya kita meyakini bahwa nama adalah bagian dari doa orang tua untuk anak anaknya.

Tapi terkadang, kita merasakan ketidak cocokan nama dengan diri kita, entah karena merasa maknanya yang tidak sesuai  dengan harapan atau karena hal lain. 

Orang orang zaman dulu percaya bahwa ada satu penyakit yang mereka sebut dengan “keberatan nama”. Gejala anak yang mengalami “keberatan nama” biasanya berupa sakit yang kontinue, atau perilaku menyimpang. 

Apakah kalian pernah merasakan berganti nama???, 

Di keluarga ku, aku dan ayahku pernah melakukan pergantian nama. Ada beberapa alasan yang melatar belakangi pergantian nama tersebut.

Ayahku dulu adalah anak yang selalu sakit sakitan. Nenek ku bercerita bahwa leher ayah dulu membengkak seukuran kepalan orang dewasa. Ayah juga sering demam, sakit berkepanjangan, dan keluarga sempat putus asa bagaimana cara mengobatinya. 

Zaman dulu pergi ke rumah sakit hanya bisa dilakukan oleh orang orang kaya. Keluarga kami hanya mampu pergi ke mantri atau ke dukun. Suatu hari nenek membawa ayahku ke orang pintar. Sesampainya disana, ayah didiagnosis “keberatan nama”. Ia menyuruh kakek dan nenek untuk merubah nama ayah. Jadilah nama ayah sekarang “suripto” yang berasal dari bahasa jawa “urip atau hidup”. Nama itu diberikan dengan harapan, ayah mendapat umur panjang, dan tidak sakit sakitan lagi. Hmmmm ajaibnyaaaa... ayah sembuh setelah mendapatkan nama baru.

Aku sendiri, juga pernah mengalami perubahan nama. Dulu, namaku adalah suprehaten. Nama itu diambil dari kata “prihatin” yang berarti “menerima nasib atau menahan diri”. Selama kecil aku mengalami kejadian yang cukup traumatik dan meninggalkan luka psikis. Akhirnya ayah mengubah nama ku agar aku tidak selalu mendapat nasib buruk, dan terlalu menerima nasib. Ayah ingin aku tumbuh menjadi gadis yang optimist.

Tidak ada komentar