Breaking News

Akhirnya Ku Sampai di Puncak Gunung Tanggamus





Butuh perjalanan panjang sampai foto ini bisa di ambil di puncak yg benar. 

Saat itu, aku bersama tiga orang teman berencana mengisi hari libur kami dengan mendaki salah satu gunung di Lampung.  Pilihan kami jatuh pada Gunung Tanggamus.  Gunung ini memiliki tinggi kurang lebih 2100 mdpl.  Cocok untuk kami yang belum banyak memiliki pengalaman mendaki, terlebih beberapa dari kami mendaki untuk pertama kalinya. 

Kami berangkat dari kota Bandar Lampung dengan mengendarai sepeda motor melewati beberapa kabupaten dan desa.  Salah satunya adalah kabupaten Pringsewu dengan tugu bambu melengkung yang indah menghiasi jalan. Kami menyempatkan untuk beristirahat sejenak di rest area Kabupaten pringsewu ini. Sambil meregangkan kaki dan badan, aku memesan es teh manis pada salah satu pemilik kedai.



http://lampung.tribunnews.com

Setelah beristirahat sejenak dan sholat dzuhur, kami kembali melanjutkan perjalanan.  semakin jauh kami  keluar dari perkotaan, semakin kami dimanjakan oleh persawahan nun hijau yang jarang ditemukan di kota bandar lampung. Setelah 3 jam perjalanan,  tibalah kami di Kecamatan Gisting, Kabupaten Tanggamus. Motor kami membelok di jalan onderlah kecil dan mulai masuk ke perkampungan.  Tujuan pertama kami adalah rumah dari mbak Susi kakak tingkatku di jurusan kehutanan Unila.  Satu angkatan dengan mbak inafa. Ia juga akan ikut menemani kami mendaki.

Nyaman, itulah kata yang paling tepat untuk menggambarkan lingkungan perumahan mbak susi.
Udara yang masih bersih, sejuk, dan suara burung yang terus berkicau menemani santap siang kami di rumah sederhana ini. Kakak dari mbak Susi inilah rencananya yang akan memandu kami mendaki nanti.  Bang Martin namanya. Pukul 15.00 bang martin mengajak kami ke pos untuk mendengar arahan pendakian.

Awalnya kami hanya akan naik berlima, aku, mbak inafa, mbak susi, mbak riska dan mbak lai. Bang martin akan menyusul setelah magrib karena ada beberapa pekerjaan yang harus diurus. Namun saat pengarahan, ada dua orang laki laki yg hendak naik ke pucak Gunung Tanggamus juga. Jadilah kami bertujuh berangkat dari pos yang sama setelah solat ashar. Kira kira pukul 15.30 kami mulai jalan. kami memperkirakan setelah magrib sudah bisa di puncak. 

Karena beberapa dari kami pemula, aku dan mbk inafa bergantian membawa tas cariel yang berisi beberapa bahan makanan dan tenda. Lumayan berat sih, tapi asik aja sampai tiba di jalan menyabang. 
"Bang, kita ambil kiri apa kanan nih?" Tanyaku ke abang dibelakangku.
"Kiri sepertinya dek, ini tanda panahnya. Biar abang ganti di depan ya". Katanya sambil berjalan mendahuluiku.



Jalan mulai terjal dan sulit. Beberapa dari kami mulai kelelahan. Kami memutuskan untuk break.
"Break sholat magrib dulu ya kita. Di hemat hemat dulu ya air minumnya,".
Setelah solat kita mendaki lagi. Aku melihat jam sudah pukul 8 malam. Aku mulai khawatir.
"Bang? Kayaknya kita salah jalan deh".
Dan yg ku khawatirkan ternyata benar. Puncak berada di seberang jurang. Teman teman mulai ketakutan karena hari bertambah gelap dan dingin. Air minum kami tinggal satu botol kecil, tak cukup untuk bertujuh. Dan bahuku serasa mau patah menopang cariel yg semakin berat saat jalan menanjak. Aaah benarkah kami salah jalan?.

Salah satu rombongan mulai terisak. Aaaah bagaimana ini. Akhirnya kami memutuskan break lagi di lahan yg lapang. mbak riska mendekatiku dan berbisik.
"Dek,mbak haus. Boleh minta minum?"
Aku mengambil botol minumku yg tersisa beberapa teguk lagi. 
"Ini mbak minum aja". 
Ku serahkan air ku sambil meneguk ludah. Ah aku tiba tiba juga haus. 

"Bang, gimana nih, kita mau turun lagi apa gimana?, soalnya air minum kita sudah mau habis, ini juga sudah lewat jam 21.00. Tanya ku kepada salah satu laki laki dalam rombongan (punteeen lupa nama).
"Kalian duduk disini sebentar, sambil istirahat,saya coba cari air. Bro, kamu coba teriak sambil arahkan senter yang menyala ke atas ya". Kata abang yang tadi kutanyai.
"Oke".

Jadilah kami berteriak dan membuat tanda SOS menggunakan senter (ah elaaah SOS hahahahaha). 30 menit sudah berlalu, sepertinya usaha kami membuahkan hasil. Kami mendengar teriakan dibawah.  Aaaaah aku selamat, syukurku dalam hati.

"sepertinya kita harus turun, aku sudah mencari sumber air mengelilingi lahan ini tapi tak ada apapun, tadi aku mendengar teriakan dibawah, sepertinya mereka mencari kita, supaya mudah menemukan kita, kita coba turun lagi. Gimana Lia? masih kuat jalan kan?". Tanya abang khusus kepada mbak lia. Lalu mbak lia memberi kode dengan anggukan.

Setelah memastikan tidak ada barang yang tertinggal si abang memimpin rombongan sambil memilih jalan yang mudah untuk kami.  Dalam hati aku sangat bersyukur mendaki bersama abang berdua itu, yah walaupun aku lupa namanya sekarang, setidaknya keberadaan mereka yang lebih berpengalaman dari kami bisa menenangkan dan tidak membuat kami panik walau badan sudah sangat ingin di luruskan.

Setelah 25 menitan berjalan, akhirnya kami mulai dapat mendengar dengan jelas teriakan teriakan samar samar tadi.
"aaaah itu mereka!". teriak salah satu rombongan yang mencari kami.
"Alhamdulillah" ucap kami secara bersamaan.  Kami pun diberi minum dan roti untuk mengganjal perut, Bang Martin yang merasa bertanggung jawab atas keselamatan kami merasa lega telah menemukan kami.
"kami sudah di puncak tadi, tapi kata teman teman di atas, kalian belum sampai, padahal sudah jam 8 malam, akhirnya kami turun lagi untuk mencari kalian, untung saja kami melihat sinar senter yang kalian bawa". kata bang martin prihatin.
"Gimana mbak mbak ini masih mau lanjut atau mau turun saja?, tanya salah satu rombongan jaga. Setelah berdiskusi kami akhirnya memutuskan untuk lanjut ke pucak.
"Sayang, sudah kepalang tanggung sampai atas, lagian tinggal jalan sedikit lagi kita sudah sampai", kata mbak inafa menyemangati.

Karena sudah mendapat restu, kami mulai mendaki lagi, kali ini jalannya tidak seterjal tadi. Kami mendaki perlahan, cariel yang tadi kami bawa sudah berpindah tempat, dan bertengger dengan anggun di bahu bang martin. Akhirnya bahu kami bisa sedikit bernafas.  Aku bisa berjalan mendaki tanpa hambatan karena beban telah berkurang.

Dan akhirnya setelah menguat nguatkan kaki, kami sampai di puncak, walaupun sudah hampir tengah malam.  Beberapa orang menyapa kami dan memberi kami minum. Beberapa lagi membantu kami mendirikan tenda. Aaah senangnya. Ini hal yang paling aku rindukan ketika mendaki. Rasa kekeluargaan yang tumbuh sesama pendaki walau tidak saling kenal. I will missing that moment.
Oh ya ada pertanyaan unik yang disampaikan pendaki lainnya pada kami.

"Are u serious? kalian naik gunung pakek rok?".  Tanya seorang pendaki sambil membelalakkan mata.
"Aku dan teman teman ku hanya tertawa sambil menganggung mengiyakan, hahahahahahaha.

Tidak ada komentar